Belajar dari Nabi Ibrahim as.

Berikut ini adalah ringkasan materi pada saat kuliah dhuha di Masjid Babussalam, Gedung Arthaloka, Jl. Jend Sudirman Jakarta Selatan, yang disampaikan oleh ustadz Anshori Abdul Djabbar. Pada hari Jumat, 28 Otkober 2011.

Kuliah dhuha ini adalah sedikit melanjutkan materi yang sebelumnya yang juga mengenai Haji, dan pada bahasan kuliah dhuha ini lebih menekankan pada sosok Kepribadian Nabi Ibrahim as, beserta keluarga. Sehingga diharapkan kisah mereka ini dapat menginspirasi kita semua dan membina rumah tangga yang bahagia.

Selamat menikmati...


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Hari ini tanggal 1 Dzulhijjah 1432 Hijriyah, insya Allah 9 hari lagi akan memasuki Hari Arofah. Dan saat ini di kota suci Mekkah Al Mukaromah telah berkumpul jutaan umat Islam yang terpilih yang bisa hadir dengan idzin Allah subhanahu wata’ala, sedang mempersiapkan diri untuk menunaikan ibadah Haji.


Berbicara tentang ibadah Haji, tidak terlepas dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Belajar dari kisah Nabi Ibrahim ‘;alaihissalam adalah belajar tentang keluarga bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diberi gelar sebagai Bapak dari Para Nabi dan Rasul. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dikarunai dua putera yaitu Ismail dan Ishaq. Dari keturunan Nabi Ismail ini kelak akan muncul nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam. Nabi Ishaq punya anak bernma Nabi Ya’qub, anak Ya’qub bernama Yusuf, turun-temurun seterusnya sampai akhirnya pada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam.

Maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah ayah secara biologis dari para nabi dan rasul. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah Bapak dari agama Tauhid. Tentang ketaatan seorang anak kepada orang tuanya, kita bisa belajar kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Dan yang kita pelajari adalah ketaatan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sebagai seorang ayah kepada Allah subhanahu wata’ala.

Dalam AlQur’an kita bisa membaca bagaimana Ibrahim waktu masih remaja, ayah beliau adalah seorang pembuat patung (untuk dijadikan sembahan). Ketika itu Ibrahim sebagai seorang remaja, bertanya dalam hati apakah patung-patung itu Tuhan ?. Dalam AlQur’an disebutkan tentang pencarian oleh Ibrahim :”Siapakah Tuhanku yang patut aku sembah?”.
Sampai akhirnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengatakan : “Sesungguhnya Tuhanku bukan matahari, bukan bulan, tertapi Tuhanku adalah yang menciptakan alam semesta ini”.

Selanjutnya ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam seperti diabadikan dalam AlQur’an Surat An’am ayat 79 :

"Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan."

Keyakinan terhadap Yang Maha Pencipta, Maha Memelihara, Maha Segalanya, akan menghindarkan hati kita dari kemusyrikan. Keyakinan kepada satu-satunya Yang Maha Pencipta (Allah subhanahu wata’ala) akan menutup hati kita dari cinta kepada sesuatu yang lain.

Keyakinan seperti Nabi Ibrahim ‘alaihissalam itulah yang membuat beliau harus berhadapan dengan Raja Namrud, dan harus dilemparkan ke api. Ketika akan dilemparkan ke dalam api itu Malaikat datang membisikkan kata ingin membantu, tetapi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata : “Hasbiyallahu wani’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolongku). “Lahauala wala quwwata illa bilahil ‘aliyyil’adzim” (Tidak ada kekuatan selain dari Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung).

Kalau dua kalimat tersebut diucapkan, maka tidak ada keraguan lagi. Ternyata Maha Benar Allah dan Allah subhanahu wata’ala menepati janji-Nya. Ketika api padam, ternyata Nabi Ibrahim keluar dari tumpukan bara api itu dalam keadaan tenang dan segar bugar, bahkan Nabi Ibrahim merasa kedinginan.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika berumah-tangga dengan Sarah, lama sekali tidak diberi keturunan (anak). Setiap hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdo’a memohon kepada Allah subhanahu wata’ala minta diberikan anak. Dan setelah beliau berusia 80 tahun lebih barulah beliau mendapat keturunan, lahirlah anak dari Haajar seorang anak laki-laki, diberinama Ismail. Seperti disebutkan dalam Surat Ash Shoffaat ayat 100 dan 101 :


"Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar"


Sebelum itu isteri Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Sarah karena merasa tidak bisa hamil, maka beliau mempersilakan suaminya (Nabi Ibrahim) untuk menikahi Haajar, agar Nabi Ibrahim mempunyai keturunan. Menurut riwayatnya, Haajar adalah hadiah dari raja Mesir untuk mengurusi segala keperluan Sarah. Dan Allah subhanahu wata’ala men-taqdirkan dari Haajar lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Ismail.

Suatu hari ketika Ismail masih bayi, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa Haajar dan anaknya ke sebuah negeri Bakkah, negeri yang penuh air mata, yang sekarang bernama Makkah. Maka Nabi Ibrahim membawa isterinya Haajar dan anaknya Ismail dari Palestina ke sebuah lembah yang gersang, tidak ada tanam-tanaman yaitu Bakkah (Makkah), yang ada hanya batu-batu. Karena hanya terdiri dari batu-batuan maka Makkah ketika itu di siang hari sangat panas dan bila malam dingin sekali.

Karena itu perintah Allah maka dijalani saja perintah itu dan isterinyapun (Haajar) mengikuti ajakan suaminya sambil membawa bayi Ismail. Setelah beberapa saat sampai di Bakkah, Nabi Ibrahim-pun diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk meninggalkan isteri dan anaknya yang masih bayi itu di lembah Bakkah, satu lembah yang gersang, panas tidak ada air apalagi tumbuh-tumbuhan. Bayangkan, orang zaman sekarang tidak akan mampu menerima perintah yang demikian berat itu. Meninggalkan isteri dan anak yang masih bayi, dan anak itu yang selama ini diharap-harapkan, tetapi diperintahkan untuk ditinggalkan di suatu tempat yang gersang tidak ada air atau tanaman sedikitpun. Manusia sekarang pasti tidak sanggup.

Tetapi itulah ujian dari Allah subhanahu wata’ala, apakah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam lebih cinta kepada Allah ataukah lebih cinta kepada isteri dan anaknya?.

Ketika Nabi Ibrahim berjalan meninggalkan isterinya Haajar, maka Haajarpun memanggil-manggil:
“Wahai suamiku, mengapa engkau meninggalkan kami?”.
Demikian Haajar berulang-ulang memanggil seperti itu tetapi Nabi Ibrahim tetap berjalan meninggalkannya. Terakhir sekali Haajar masih bertanya sambil mengejar (mengikuti) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam :
“Wahai suamiku, apakah engkau meninggalkan kami ini karena perintah Allah ?”.
Maka Nabi Ibrahim membalikkan badannya dan menjawab :
“Ya benar, ini perintah Allah”.

Mendengar jawaban Nabi Ibrahim, maka Haajar-pun tertegun sejenak, lalu berkata :
“Kalau ini memang perirntah Allah, pergilah wahai suamiku, tinggalkan kami, Allah pasti akan menjagamu dan menjaga kami di tempat ini”.
Haajarpun menghampiri anaknya yang masih bayi yang diletakkan pinggir lembah itu. Nabi Ibrahim-pun meninggalkan isteri dan anaknya.

Pelajarannya adalah :
1. Ketaatan yang tinggi seorang hamba (Nabi Ibrahim ‘alaihissalam) beserta isterinya kepada Allah subhanahu wata’ala.
2. Ketaatan seorang isteri kepada suami.

Di lembah Bakkah itu ada dua bukit yaitu bukit Sofa dan Marwa. Ketika Nabi Ibrahim berjalan sudah berada di balik lembah Bakkah itu, beliau berdo’a kepada Allah subhanahu wata’ala seperti disebutkan dalam AlQur’an Surat Ibrahim ayat 37 :

"Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur."

Kalau kita perhatikan ayat tersebut, saat itu Nabi Ibrahim sudah memohon do’a agar keturunan beliau dan manusia yang lain mendirikan sholat. Itulah pertama-tama yang dimohonkan agar manusia mendirikan sholat. Maka bila kita bicara tentang sholat, pertanyaannya adalah : Mengapa kita sholat ? Untuk apa kita sholat? Bagaimana kita mendirikan sholat?.

Kalau kita sudah tahu mengapa kita sholat dan untuk apa sholat, tentu kita dan anak-anak kita tidak akan lagi malas melakukan sholat. Setelah itu barulah bagaimana mendirikan sholat.

Pelajarannya adalah :
1. Fondasi yang pertama dan utama dalam rumah-tangga adalah sholat.
2. Dengan sholat jadikanlah setiap orang dalam rumahtangga itu menjadi senang dan tenang.


Kalau diuraikan secara akronim maka SHOLAT jamaknya SHOLAWAT terdiri dari dari huruf-huruf Shod – Lam – Wawu – Ta.

Shod : Singkatan dari Shobar (sabar). Orang yang sholat akan menjadi orang yang sabar. Waktu Subuh sedang enak-enaknya tidur harus bangun untuk mengerjakan sholat. Sebelumnya harus wudhu dulu. Waktu siang,(Dhuhur) sedang lapar orang harus sholat. Demikian pula waktu ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya orang sedang asyik dengan kesibukannaya, berhenti dulu, karena harus mengerjakan sholat. Jadi orang yang sholat itu membutuhkan kesabaran. Maka sholat membentuk manusia yang sabar.

Lam : Simbul dari Layyin, artinya halus. Orang yang rajin sholat ia merasa lemah di hadapan Allah subhanahu wata’ala, maka ia berlaku lembut, lalu sujud, berserah diri kepada Allah subhanahu wata’ala. Sholat menjadikan orang bersifat lembut. Tutur-katanya terpelihara, rendah hati, dst.

Wawu : Simbul dari kata Wara’. Orang yang Wara’ adalah orang yang memelihara dirinya, mendekatkan dirinya kepada Allah subhanahu wata’ala agar Allah berkenan memasukkan dirinya ke dalam surga.

Ta : Simbul dari Tawadhu’. Orang yang sholat adalah orang yang Tawadhu’, rendah hati, tidak sombong.

Bila dibahasa-Indonesiakan maka SHOLAT terdiri dari huruf :
S (Sehat) – O (optimis) – L (Lurus) – A (Adil) – T (Terpercaya), maknanya orang yang sholat adalah orang yang Sehat, Optimis, Lurus (jujur), Adil dan Terpercaya.

Sehat, karena orang yang sholat akan menjadi sehat lahir-batin, mampu me-manage waktu, sehingga ia hidupnya menjadi harmonis.

Optimis, orang yang sholat selalu merasa optimis, tidak putus asa, karena ia yakin akan selalu ditolong oleh Allah subhanahu wata’ala

Lurus, orang yang sholat akan selalu berhati lurus, karena merasa selalu diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala. tidak berlaku keji dan munkar.

Adil, orang yang sholat akan selalu berlaku adil dan jujur dalam hidupnya.

Terpercaya, orang yang sholat dengan benar dan baik, maka ia akan menjadi orang ter-percaya.


Jadi pelajaran dari Nabi Ibrahmi ‘alaihissalam adalah :
1. Taat dulu kepada Allah subhanahu wata’ala. Tempatkan segala sesuatu itu pada ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala.
2. Sembahlah Allah, menghambakan diri hanya kepada Allah subhanahu wata’ala.
3. Keluarga akan menjadi keluarga yang berkepribadian yang mulia (Akhlakul karimah).
4. Keluarga yang demikian akan menjadi keluarga rujukan (Teladan).


Do’a Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berikutnya adalah memohon rezki, dan bila sudah diberikan rezki, dan kalau semua itu sudah didapatkan maka dipergunakan untuk bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala.

Jika itu sudah terjadi maka anak yang sholih yang kita harapkan. Seperti dalam Surat Ash Shoffat ayat 100 sebagaimana tersebut di atas, serta isteri yang sholihat. Suami yang bertanggungjawab yang kita impikan. Seorang ayah dan ibu yang taat kepada Allah maka itu akan mudah menjadikan anak taat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Ketika seorang laki-laki menikah, melakukan ijab-qabul maka do’anya sesudah itu adalah :
Barokallahulaka – Semoga keberkahan Allah untuk engkau (pengantin laki-laki)),
Wabaroka ‘alaika – Dan semoga keberkahan atas engkau (pengantin laki-laki),
Wajama’a bainakuma bil khoir – Semoga Allah menggabungkan anda berdua (pengantin laki-laki dan perempuan) dengan kebaikan-kebaikan.

Mengapa yang disebut : Keberkahan untuk engkau (laki-laki) ? Dalam Haditsnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dunia ini adalah perhiasan (kesenangan). Dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) adalah isteri yang sholihah”

Ketika laki-laki dinikahkan dan dipersandingkan dengan wanita yang sholihah, maka sesungguhnya separoh dunia ini sudah diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala kepadanya. Dan lengkapilah yang separohnya lagi dengan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Itu Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Mengapa dikatakan demikian, karena sesungguhnya laki-laki adalah pemimpin dari wanita. Dan laki-laki diperintahkan untuk memelihara dirinya sebagai pemimpin dan memelihara keluarganya dari api neraka.

Maka kalau ada seorang isteri masuk neraka karena tidak dipimpin oleh suaminya, maka itu merupakan tanggungjawab suaminya. Demikian pula anak-anak adalah merupakan tanggung-jawab ayahnya. Bagaimana agar isteri dan anak-anak kita selamat dari api neraka ? Belajarlah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Yaitu seperti yang disampaikan diatas.


Ujian Ketaatan Keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Dalam sejarah ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam datang lagi di Bakkah (Makkah) Ismail sudah menjadi anak remaja yang gagah. Kembali Allah subhanahu wata’ala menguji kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Tetapi kali ini yang diuji bukan hanya Nabi Ibrahim tetapi juga isteri dan anaknya. Yaitu ujian tentang ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Dalam AlQur’an Surat Ash Shoffaat ayat 102 :

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".


Sebelumnya, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah dari Allah subhanahu wata’ala untuk menyembelih puteranya. (Tanggal tersebut lalu disebut sebagai Hari Tarwiyah). Namun demikian Nabi Ibrahim sebenarnya masih ada keraguan dalam hal mimpinya itu, apakah benar aku harus menyembelih anakku ? Maka dalam keraguan itu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bertanya lagi kepada puteranya, Ismail, sebagaimana ayat tersebut di atas.

Dalam ayat terebut Ismail sebagai seorang anak yang taat kepada Allah subhanahu wata’ala menjawab atas pertanyaan ayahnya dengan penuh kesabaran Ketaatan anak kepada Allah subhanahu wata’ala menjadikan anak taat kepada orang tua.

Kesimpulan :
1. Jadilah anak (orang) yang sholih dan sholihah dan untuk itu jangan sekutukan Allah subhanahu wata’ala. Yakinlah bahwa Allah Maha Segalanya.
2. Sembahlah Allah, dirikan sholat. Jadikanlah keluarga kita menjadi keluarga yang mendirikan sholat. Jadikanlah sholat kita adalah sholat yang benar sesuai dengan contoh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.
3. Allah subhanahu wata’ala juga memerintahkan kepada kita : “Mohonlah kamu pertolongan kepada-Ku dengan sabar dan sholat”. (Surat Al Baqarah ayat 153).


Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.

SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAA ILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Komentar

Postingan Populer